Wednesday, November 15, 2006

macan raja sejati

“Huarrrrrggghhh…..!!!, “ bunyi aumanku memecahkan keheningan rimba. Aku adalah seekor macan yang kesepian, aku telah dibuang oleh keluargaku, bahkan ayahku tak sudi mengakuiku sebagai anaknya. Memang bukan maksudku menjadi seperti ini, sudah menjadi kehendak Yang Kuasa bahwa aku ditakdirkan menjadi macan yang tidak suka memakan daging, apalagi jika harus membunuh sesama binatang.

"Macan yang tidak bengis hanya akan ditertawakan dan menurunkan martabat keluarga sang raja rimba," kata ayahku, oleh karena itulah aku diusir. Keanahan yang terjadi padaku ini memang sejak kecil telah aku rasakan, dari dulu aku selalu menolak daging yang disuapkan oleh ibuku, sehingga sering jatah makanku menjadi rebutan saudara-saudaraku. Aku lebih suka makan rumput hijau dan buah-buahan segar sehingga tidak perlu repot berburu apalagi sampai membunuh binatang lainnya.

Meskipun aku tidak pernah menyakiti binatang yang ada dalam hutan tetapi tidak pernah ada satupun dari mereka yang mau berteman denganku. Setiap binatang yang kusapa di jalan selalu lari ketakutan, berkali-kali aku yakinkan pada mereka bahwa aku hanya ingin berteman dan tidak akan memakan meraka, berkali-kali juga mereka mengatakan aku berbohong, mereka kira aku ingin berteman hanya agar mudah memangsa mereka ketika mereka sedang lengah.

"Ga mau ah jadi temanmu, nanti kalau aku sedang tidur kamu makan," satu ketika kata kijang saat aku ajak berteman, yang lainpun menjawab hampir sama. Akhirnya, karena tidak ada yang yang mau berteman, aku putuskan untuk menyendiri di atas sebuah bukit yang berumput hijau nan lebat, jauh dari keluarga yang telah membuangku, juga jauh dari para binatang yang selalu takut padaku.

Di bukit itu, setiap hari selalu aku habiskan waktu hanya untuk tidur dan bermalas-malasan, sesekali aku bermain dengan kupu-kupu atau kumbang yang kebetulan lewat, hanya merekalah yang tak pernah menganggapku berbahaya.

*
Suatu hari datanglah gerombolan serigala dari hutan. Serigala-serigala lapar ini menyerang setiap hewan yang ditemuinya sehingga hutan menjadi kacau, hanya ketakutan dan teror yang dirasakan oleh para binatang semenjak kedatangan mereka.

Mendengan berita tentang serangan para serigala, aku langsung turun dari bukit. Memang benar, selama ini semua binatang menolak menjadi temanku tetapi aku tak pernah dendam apalagi benci, sehingga ketika mereka dalam kesulitan aku tetap ingin menolong.

Aku berlari sekuat tenaga, aku berharap masih sempat menyelamatkan para binatang dari ancaman para serigala. Meskipun aku tahu bahwa aku tidak pandai berkelahi, bahkan sangat membenci kekerasan, tapi aku punya tubuh besar, juga cakar dan taring yang tajam, aku yakin dengan modal tersebut tanpa bertarungpun serigala-serigala itu pasti akan lari ketakutan.

Untunglah aku datang tepat pada waktunya. Ketika para binatang sedang terjepit di antara gerombolan serigala dan tebing yang curam, tanpa berpikir panjang aku melompat dihadapan para serigala. Aku mengaum sekeras-kerasnya sebagai peringatan kalau aku sedang marah, kemudian dengan sengaja aku tunjukkan taring dan cakar-cakarku yang tajam seolah-olah hendak mencabik-cabik mereka.

Sejenak para serigala berhenti, kalau tadi yang merasa ketakutan adalah para binatang, maka sekarang ganti aku melihat ketakutan tersebut di mata mereka.

“Huaaaaaarrgghh…..!!” aku mengaum sekali lagi, kali ini lebih keras dari sebelumnya, tanpa dikomando serigala-serigala itu langsung lari tunggang-langgang keluar dari hutan. Akan tetapi ada satu serigala yang tetap bergeming dari tempatnya, dia hanya diam sambil mengamatiku dengan seksama, dia adalah serigala yang terbesar, mukanya sangar dengan banyak codet disekujur tubuhnya, mungkin dia adalah pemimpin dari gerombolan serigala tersebut.

"Macan...., aku sama sekali tidak takut dengan yang namanya Macan, Ayo sini biar aku hajar kau," serunya sambil menatapku dengan tajam, dia mengambil ancang-ancang untuk bertarung.

Aku menjadi sedikit gusar, bisakah aku mengalahkannya jika benar-benar bertarung. Nyaliku sekarang menjadi kempis, situasi seperti ini tidak aku duga sebelumnya. Dalam kebimbangan antara rasa takut dan keberanian yang berusaha terus aku kobarkan, tiba-tiba seluruh binatang hutan berteriak menyemangatiku. Dukungan ini membuat keberanianku berlipat-lipat. Bagaimanapun aku sesungguhnya adalah seekor macan, si raja rimba, yang akan selalu menang dalam setiap pertarungan.

Di antara hidup dan mati, aku maju duluan untuk memulainya, sejurus dua jurus sang pimpinan gerombolan serigala berhasil menghajarku, tapi aku bangkit, aku yang bertubuh besar tidak mungkin kalah begitu saja. Dia kembali bertubi-tubi menyerangku, terlihat jelas bahwa sang pimpinan serigala ini sangat lihai berkelahi. Beberapa kali cakarnya sempat mengenai tubuhku, akan tetapi lama-kelamaan aku dapat menghindar dari serangan-serangannya.

Dengan cara terus menghindar sekarang ganti aku yang mengendalikan pertarungan.
Pada satu kesempatan, aku hujamkan cakarku yang tajam ke bagian perutnya, sang serigala langsung jatuh, aku lihat dia sulit berdiri, sorot matanya yang buas perlahan meredup dan mengiba. Para binatang hutan terdiam melihat kemenanganku, mereka seakan tak percaya, aku yang pada awal pertarungan jadi bulan-bulanan, pada akhirnya dapat mengalahkan sang serigala.

"Tolong lepaskan aku, aku tidak akan mengganggu hutan ini lagi," pinta serigala besar itu dengan lirih. Aku memandang lawanku yang tak berdaya dengan penuh rasa kasihan.

“Pergilah dari hutan ini dan jangan pernah kembali, kami tak ingin melihatmu lagi,” ucapku pada lawan yang telah aku kalahkan tersebut.

“Hore… hore… hore…,” teriak para binatang serentak bersamaan dengan lenyapnya sang serigala keluar dari hutan. Akhirnya mereka terbebas dari marabahaya.
“Terima kasih, kau telah menyelamatkan nyawa kami," ucap Kelinci tua yang diikuti oleh semua binatang.

“Maaf kami telah menolakmu menjadi teman kami, sebenarnya kami tidak membencimu, kami hanya takut denganmu,” kata Orang Utan sambil menjabat tanganku. Tak kusangka akhirnya mereka mau menjadi temanku sekarang, aku bahagia sekali.

Sejak peristiwa tersebut, aku tidak lagi menjadi macan yang kesepian walaupun aku tetap menjadi macan aneh yang tidak suka makan daging. Aku malah bersyukur ternyata keanehanku membuat aku tidak lagi ditakuti dan diasingkan oleh semua binatang di hutan, mereka sekarang menjadi temanku, bahkan kemudian aku diangkat menjadi pelindung mereka, menjadi seorang raja rimba yang sesungguhnya, raja yang dihormati dan disayangi oleh seluruh rakyatnya.